[Refleksi] Kita Punya Alasan Untuk Sendiri, Tapi Kadang Juga Ingin Dimengerti


sumber: Photo by Noah Silliman on Unsplash

PENDAHULUAN

Dalam kesendirian, terkadang kita menemukan kenyamanan yang tidak bisa diberikan dalam keramaian. Di tengah perkembangan dunia yang menuntut kita untuk terus terhubung, ada kalanya kita memilih untuk menjauh. Bukan karena membenci orang lain, atau kehilangan arah, tetapi karena kita ingin memberikan ruang bagi diri sendiri untuk bernapas dan memulihkan diri. Kesendirian bagi sebagian orang merupakan sebuah kenyamanan yang absolut. Mereka merasa sendiri adalah bagian dari zona nyaman seutuhnya dalam hidup mereka. Mereka mendambakan keseharian yang hanya bergantung pada diri mereka sendiri, tanpa adanya keterlibatan dari orang lain. Namun, hal ini dapat menimbulkan sifat yang tertutup bagi orang tersebut. Mereka akan merasa bahwa mereka tidak membutuhkan teman, sahabat, atau orang terdekat bagi mereka.

Ada banyak alasan mengapa seseorang bisa tumbuh tanpa lingkaran pertemanan yang dekat. Ada yang sejak kecil terbiasa untuk sendiri, ada yang merasa dikhianati, bahkan terluka oleh kenyamanan yang didapat dari orang lain. Sejak itulah, kepercayaan menjadi nilai yang mahal. Mendekat pada orang lain terasa seperti menyiapkan diri untuk dilukai kembali. Ada yang sering berpura-pura agar diterima, namun ketahuilah bahwa berpura-pura itu melelahkan. Dan pada akhirnya, mereka memilih untuk menarik diri, karena berteman terasa sangat menguras emosi dan mental mereka.


PEMBAHASAN

Kesendirian sering dianggap sebagai sebuah bentuk pelarian. Mulai dari masalah hingga tanggung jawab. Namun sebenarnya tidak selalu demikian. Banyak orang memilih kesendirian karena mereka merasa terlalu lama berada dalam keramaian yang menekan, dalam situasi sosial yang menuntut mereka untuk terus ada, bahkan ketika hati dan pikirannya mulai lelah. Kesendirian menjadi bentuk perlindungan diri yang sehat. Ia bukan bentuk pelarian dari realitas, tapi menjadi ruang aman untuk kembali terhubung dengan suara hati yang nyaris tak terdengar ketika dunia terlalu bising.

Dalam kesendirian, seseorang bisa kembali menjadi dirinya sendiri tanpa perlu menjelaskan apa-apa. Tidak ada keharusan untuk tampil kuat, tidak ada ekspektasi untuk selalu ceria, dan tidak ada tekanan untuk menjawab pertanyaan yang tidak ingin dijawab. Kesendirian memberikan kesempatan untuk merefleksikan diri: mengenali luka, memahami harapan, dan menentukan ulang arah hidup. Maka, ketika seseorang memilih untuk sendiri, itu bisa jadi adalah bentuk keberanian. Keberanian untuk menolak kebisingan yang merusak, dan memilih ketenangan yang menyembuhkan.

Pertanyaannya adalah “Apakah itu berarti kita ditakdirkan untuk sendiri?”

Pertanyaan ini cukup rumit. Sebab, banyak dari kita sebenarnya bukan tidak ingin berteman, tapi kita hanya tidak tahu bagaimana caranya, setelah terlalu lama menutup pintu dan hidup dalam kesendirian.

Kita bilang kita introvert, namun kita hanya menunggu orang yang tepat, padahal entah kapan orang itu akan datang.
Kita bilang kita nyaman sendiri, tapi sering merasa iri melihat kebersamaan orang lain.
Kita bilang teman itu tidak penting, tapi saat kita terjatuh, kita berharap ada seseorang yang peduli.

Kita bisa nyaman sendiri dan merasa bebas. Tidak perlu mengikuti tren atau hal yang kita tidak sukai, dan tidak perlu berpura-pura paham dengan obrolan yang kita anggap dangkal. Kita merasa tenang dengan ruang kita sendiri. Tapi di sisi lain, ada ruang kosong saat kita melihat orang lain saling tertawa. Ada perasaan tertinggal saat tak ada yang bisa kamu ajak bicara tanpa harus menjelaskan semuanya dari awal. Dan kamu pun tersadar bahwa kenyamanan bisa berubah menjadi kesepian jika terlalu lama sendiri.

Ketika kita akhirnya berani mengambil jarak dan berdiri sendiri, dalam kesendirian yang menenangkan itu, akan muncul keinginan sederhana, yaitu keinginan untuk dimengerti. Kita ingin seseorang, siapa pun itu, memahami bahwa kesendirian kita bukan tanda kelemahan atau simbol negatif, melainkan pilihan yang datang dari proses yang panjang. Kita ingin dimengerti bukan agar orang lain masuk dan merusak ruang personal yang kita miliki, tetapi agar mereka memahami, agar mereka tahu bahwa diam kita bukanlah sebuah kekosongan, melainkan bentuk keutuhan dalam ruang kosong yang sedang diisi kembali.


STUDI KASUS


Kami akan mengambil contoh implementasi dari kasus tersebut melalui karakter Hikigaya Hachiman dari anime Yahari Ore no Seishun Love Comedy wa Machigatteiru.

Hikigaya Hachiman merupakan tokoh utama dalam serial anime Yahari Ore no Seishun Love Comedy wa Machigatteiru. Hachiman merupakan seorang pemuda yang memandang dunia dengan skeptis, terutama dalam hubungan sosial. Ia memilih mengasingkan diri dan menghindari pertemanan karena pengalaman pahit di masa lalu. Hachiman tumbuh menjadi pribadi yang sinis, kaku, dan cenderung sarkastik. Ia mengatakan hal-hal tajam tentang hubungan sosial, bukan karena ia dingin, tapi karena itu caranya bertahan. Di balik sikap sinis itu, ia menyembunyikan rasa takut untuk kembali terluka. Ia menghindari hubungan yang dalam karena ia tahu, semakin dekat seseorang, semakin besar potensi kecewanya.

Namun, meskipun tampak seperti seseorang yang tidak peduli dan menikmati kesendiriannya, Hachiman sebenarnya menyimpan perasaan kesepian yang mendalam. Di dalam dirinya, ada keinginan untuk dimengerti, meskipun ia enggan membuka diri kepada orang lain. Ia ingin memiliki hubungan yang tulus, tanpa berpura-pura, tanpa basa-basi. Ia tidak membutuhkan banyak teman, hanya satu atau dua orang yang bisa melihatnya apa adanya, dan tidak memintanya untuk menjadi orang lain. Ia ingin diterima bukan karena pencitraan, tapi karena dirinya sendiri, dengan segala luka dan ketidaksempurnaan yang ia miliki.

Refleksi dari Hachiman mengajarkan bahwa memilih sendiri tidak selalu berarti ingin sendiri selamanya. Ada luka yang belum sembuh, ada kelelahan yang masih terasa, dan ada rasa takut yang belum reda. Tapi bukan berarti harapan untuk dimengerti telah mati. Justru dari dalam ruang sunyi itulah, lahir kerinduan akan hubungan yang lebih jujur dan lebih manusiawi. Dalam hal ini, Hikigaya Hachiman menggambarkan realitas dari banyaknya orang yang merasa lebih aman dalam kesendirian, tetapi pada saat yang sama, ada perasaan kesepian yang sulit untuk diungkapkan. Ia adalah contoh karakter yang mengalami perdebatan antara keinginan untuk menjaga jarak dan kebutuhan untuk dimengerti, sesuatu yang dialami oleh banyak orang di kehidupan nyata.


PENUTUP

Kesendirian adalah sebuah pilihan. Pilihan yang hanya kitalah yang dapat menentukannya. Namun, tentu saja ada konsekuensi dari sebuah pilihan. Kesendirian bukanlah sesuatu hal yang perlu ditakuti atau disalahpahami. Ia bisa menjadi ruang untuk mengenal diri sendiri, menyembukan diri dari luka, dan membangun ulang kepercayaan yang sempat hancur. Namun, dibalik pilihan untuk menyendiri, sering kali ada harapan sederhana, harapan untuk dapat dimengerti tanpa harus dijelaskan dan dihargai tanpa harus berubah.

Mungkin kita tidak harus selalu ada dalam keramaian, atau memaksakan diri untuk berhubungan sosial, dan segera membuka pintu bagi siapa saja. Ini hanyalah pengingat bahwa tidak masalah untuk sendiri, dan tidak salah untuk menginginkan sebuah pengertian. Yang terpenting adalah kejujuran terhadap diri sendiri, mengakui bahwa kita punya alasan, tapi juga memiliki sebuah harapan. Karena pada akhirnya, setiap orang hanya ingin satu hal sederhana yakni dimengerti.

Sebaliknya, dari sisi orang lain, dibutuhkan empati yang besar untuk tidak langsung menarik kesimpulan. Butuh keberanian untuk tidak memaksa masuk ke dalam ruang yang tidak diundang, dan butuh kepekaan untuk tetap hadir meski dari kejauhan. Dimengerti tidak selalu berarti harus dijelaskan secara panjang lebar, cukup dengan diterima dan didengar tanpa syarat tertentu.

 

"Hidup bukan hanya tentang ditunggu dan dimengerti, tetapi juga tentang belajar untuk mengerti mereka yang merasa sendiri. Karena hal terbaik dari kesendirian adalah saat kita tak hanya diterima, tetap juga mampu menjadi tempat pulang bagi mereka yang bersembunyi dalam sunyi."


Terima kasih telah membaca refleksi kami, dan seperti biasa jangan lupa bersyukur 😊.

Posting Komentar

0 Komentar